
Pengemudi ojek online tidak bisa terus menerus membeli bahan bakar minyak (BBM) Pertalite, karena di berbagai kesempatan harus mengantre panjang di SPBU Pertamina. "Kadang saya isinya Pertamax kalau misalnya lagi antre banget. Kadang tapi pakai Pertalite," kata driver ojek online Soleh Setiawan saat ditemui di Jakarta Selatan, Senin (22/8/2022). Soleh Setiawan mengatakan keberatan dengan wacana kenaikan harga Pertalite. Apalagi saat ini harga berbagai kebutuhan pokok juga serba mahal.
Namun dia menyatakan tidak punya pilihan selain menyerahkan kebijakan tersebut kepada Pemerintah. "Rakyat kecil kita jadi bingung. Kita nggak mau tapi gimana, kita mau tapi ya…. jujur aja jadi serba salah. Kalau bisa nggak naik sih ya jangan naik. Tapi kalau dipaksa naik, kita bisa bilang apa," kata Soleh. Soleh mengatakan dirinya sepenuhnya menyerahkan kebijakan tersebut pada Pemerintah.
Namun, kata dia diharapkan agar kenaikan tersebut tidak terlalu tinggi sehingga harga BBM tidak semakin memberatkan masyarakat. Hal serupa, juga diungkapkan oleh Sudarno. Warga, Depok, Jawa Barat, ini menilai, kenaikan harga BBM sebetulnya sah sah saja. Apalagi jika melihat harga minyak dunia yang juga tinggi. Meski demikian, ia berharap agar Pemerintah bisa lebih jeli melihat tingkat kemampuan masyarakat kecil seperti kelas menengah kebawah.
"Kalau bisa, naiknya jangan banyak banyak lah. Kayak naik Rp 1000 atau Rp 1.500 aja cukup. Kasihan juga yang kerja di jalan, kasihan juga angkutan umum. Sarannya sih nggak lebih dari Rp 10 ribu deh," kata Sudarno. Diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemungkinan akan mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi Pertalite dan Solar pada pekan depan. Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dalam Kuliah Umum Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (19/8/2022) menyatakan minggu ini Pemerintah akan mengumumkan kenaikan harga BBM.
"Nanti mungkin minggu depan Presiden akan mengumumkan mengenai apa bagaimana mengenai kenaikan harga ini (BBM subsidi). Jadi Presiden sudah mengindikasikan tidak mungkin kita pertahankan terus demikian karena kita harga BBM termurah di kawasan ini," ujar Luhut. "Kita jauh lebih murah dari yang lain dan itu beban terlalu besar kepada APBN kita," kata Luhut seperti dikutip dari Kontan.co.id. Luhut mengungkapkan, harga BBM subsidi saat ini sudah membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga Rp 502 triliun.
Mengenai dampak kenaikan harga BBM subsidi ke inflasi, Luhut mengatakan hal itu akan tergantung dari besaran harga kenaikan harga Pertalite dan Solar. Luhut mengatakan, kebijakan kenaikan harga BBM merupakan salah satu cara pemerintah untuk mengurangi beban APBN. Selain itu, pemerintah juga mengaku sudah melakukan upaya peralihan ke kendaraan listrik, penggunaan biofuel.
"Jadi tadi mengurangi pressure ke kita karena harga crude oil naik yang sekarang kebetulan agak turun itu kita harus siap siap karena subsidi kita kemarin Rp 502 triliun," kata dia. "Kami berharap bisa tekan ke bawah tadi dengan pengurangan mobil, motor ganti dengan listrik, kemudian B40, menaikkan harga Pertalite yang tadi kita subsidi cukup banyak dengan juga tadi Solar," jelasnya Penulis: Pebby Ade Liana | Sumber: