Saat menjabat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah memenuhi tuntutan dari para buruh terkait upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta 2022 sebanyak dua kali. Tuntutan tersebut adalah merevisi besaran kenaikan UMP DKI Jakarta 2022 yang telah ditetapkan. Pada November 2021, Anies mengambil keputusan pertama dalam menetapkan kenaikan UMP yang menuai kritik dari para buruh karena dianggap terlalu kecil, yaitu hanya naik sebesar 0,8 persen atau Rp 37.749 dibandingkan dengan tahun 2021. Namun, atas tuntutan dari buruh tersebut, Anies akhirnya merevisi kenaikan UMP DKI Jakarta 2022 menjadi 5,1 persen melalui Keputusan Gubernur Nomor 1517 Tahun 2021.
Namun, revisi keputusan Anies tersebut menuai protes dari pemerintah pusat hingga pengusaha karena dianggap bertentangan dengan formula baru dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Kepala Biro Humas Kementerian Tenaga Kerja, Chairul Fadhly Harahap menegaskan bahwa keputusan Anies untuk menaikkan UMP tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Tidak hanya itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) juga menggugat keputusan Anies ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. PTUN kemudian memutuskan untuk mencabut Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1517 Tahun 2021 dan meminta Anies menurunkan UMP DKI 2022 dari Rp 4.641.854 menjadi Rp 4.573.845, dengan pertimbangan bahwa angka tersebut adalah angka tengah yang diminta oleh buruh dan pengusaha serta sudah berada di atas inflasi DKI Jakarta berdasarkan data BPS sebesar 1,14 persen.
Namun, kelompok buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan beberapa elemen lainnya tidak menerima putusan PTUN tersebut. Mereka kembali menggelar aksi unjuk rasa di Balai Kota dan meminta Anies mengajukan banding. Setelah mendapatkan tuntutan dari buruh, Anies pun memutuskan untuk mengajukan banding atas putusan PTUN tersebut.
Sikap Anies dalam memenuhi tuntutan buruh yang meskipun menuai kritik dari pihak lain, menunjukkan bahwa ia berupaya memperjuangkan hak-hak pekerja di DKI Jakarta. Anies menyadari bahwa kenaikan UMP yang kecil sangat tidak memadai bagi para pekerja di Jakarta. Selain itu, Anies menyatakan bahwa kenaikan UMP tersebut didasarkan pada asas keadilan bagi para pekerja, perusahaan, dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Anies juga menilai bahwa kenaikan 5,1 persen yang ditetapkan masih terjangkau bagi pengusaha.
Meskipun Anies kalah dalam gugatan di PTUN, ia tetap menunjukkan keseriusannya dalam memperjuangkan kepentingan buruh. Anies mengajukan banding atas putusan PTUN tersebut, dengan alasan bahwa keputusan tersebut berdampak negatif pada kehidupan para pekerja dan keluarga mereka. Anies meminta agar kepentingan para pekerja harus menjadi prioritas utama dalam menetapkan kebijakan terkait UMP.
Anies juga menegaskan bahwa pemerintah pusat harus memperhatikan keadaan riil di lapangan dan mengkaji ulang formula penghitungan UMP. Menurut Anies, formula tersebut tidak sepenuhnya mencerminkan kondisi ekonomi dan sosial di Jakarta.
Sebagai salah satu daerah dengan tingkat kehidupan yang mahal, Jakarta memerlukan UMP yang cukup untuk menjamin kebutuhan dasar para pekerja. Anies berpendapat bahwa revisi UMP menjadi 5,1 persen lebih sesuai dengan kebutuhan para pekerja di Jakarta.
Namun, kelompok buruh juga harus memahami bahwa kebijakan terkait UMP harus dilakukan secara proporsional dan sesuai dengan kondisi ekonomi nasional. Jika UMP ditetapkan terlalu tinggi, hal itu dapat berdampak negatif pada perekonomian nasional dan bahkan dapat mengancam kelangsungan hidup perusahaan-perusahaan di Indonesia.
Oleh karena itu, perlu ada keseimbangan antara kepentingan para pekerja, kepentingan perusahaan, dan perekonomian nasional secara keseluruhan. Para pihak harus saling berdialog dan mencari solusi terbaik untuk mencapai tujuan bersama, yaitu meningkatkan kesejahteraan para pekerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.